Menahan Matahari

Pagi itu, Sayidina Ali Karamallahu Wajhah, tampak berjalan terburu. Beberapa saat lalu, shalat jamaah Subuh di masjid telah dimulai. Beliau bergegas. Berharap masih bisa mendapatkan bagian jamaah. Tertinggal satu rakaat tidak mengapa. Setidaknya bisa berjamaah. Sayangnya kenyataan berkata lain.

Seorang tua berjalan dengan tenang dan pelan di depannya. Sayidina Ali sabar mengikuti. Tak hendak beliau mendahului. Meski beliau mengetahui risiko kian terlambat dari jamaah atau bahkan tidak mendapatkan jamaah satu rakaat pun. Namun, orang tua harus didahulukan, dimuliakan, dan diagungkan. Itulah hak mereka. Karenanya beliau tak menyalip ke depan.

Jamaah hampir habis dan Subuh hampir usai. Sayidina Ali masih membuntuti orang tua itu. Namun, alangkah terkejutnya beliau. Ketika sampai di depan masjid, ternyata orang tua itu berbelok. Tak hendak ia berjamaah. Sayidina Ali pun mafhum. Ternyata orang tua itu adalah pemeluk Nashrani.

Peristiwa itu segera terlupakan. Sayidina Ali bergegas masuk masjid. Keberuntungan berpihak padanya. Rupanya jamaah masih berlangsung. Pagi itu, Nabi SAW memperpanjang rukuknya. Dua kali lebih lama dari biasanya. Dan, Sayidina Ali pun segera bergabung dalam jamaah.

Ketika jamaah usai, Sayidina Ali menghampiri Nabi SAW dan bertanya. Apa gerangan yang membuat Nabi SAW rukuk begitu lama di Subuh itu. Nabi pun berkisah, “Ketika aku telah selesai membaca bacaan ruku, aku bermaksud bangkit. Namun, tiba-tiba Malaikat Jibril turun dan meletakkan sayapnya di punggungku. Sehingga, aku sulit untuk bangkit dari rukukku. Aku baru bisa bangkit ketika Jibril mengangkat sayapnya dari punggungku. Namun, aku sendiri belum mengetahui mengapa Jibril berbuat demikian,” kisah Nabi SAW.

Lalu Jibril pun turun membawa kabar. “Ketika Ali menuju masjid,” terang Jibril, “ia berjalan berbegas untuk mengejar jamaah. Namun, di depannya berjalan juga seorang tua. Demi menghormati, Ali tak mau terus melaju meski ia sendiri tengah terburu. Hak orang tua haruslah ditunaikan. Oleh karena itu, Allah memerintahkanku untuk menahan engkau yang tengah rukuk agar Ali bisa mengikuti jamaah bersamamu. Itulah mengapa aku menahanmu agar tak bangkit dari sujud.”

“Tapi, itu belum apa-apa,” tambah Jibril, “rupanya, selain memerintahkanku, Allah juga memerintahkan Malaikat Mikail untuk menahan matahari di tempatnya. Ya! Menahan matahari! Tujuannya, agar matahari tidak segera terbit sehingga waktu subuh tidak habis dan Ali bisa mendapat keutamaan jamaah! Peristiwa mengagumkan ini terjadi karena Ali memberikan hak-hak orang tua dengan cara mengagungkan dan menghormatinya. Meski orang tua tersebut adalah pemeluk Nashrani,” pungkas Jibril.

Demikianlah, nukilan dari kisah Sayidina Ali yang terdapat dalam kitab Mawaid ‘Ushfuriyah. Betapa mengagumkan peristiwa yang terjadi dalam kisah di atas. Berikanlah hak-hak manusia lain, termasuk hak seorang tua untuk mendapatkan penghormatan karena ketuaannya. Wallahu a’lam..

-ngaji Ramadhan 2018 M

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: