Tsumamah bin Utsal: Pengembargo Kaum Quraisy
Oleh: Muhammad Wahidud Dahri
Kaum Quraisy pernah mengembargo Nabi ﷺ dan para sahabat selama kurang lebih tiga tahun yang bermula pada tahun ke-7 Kenabian. Selama masa-masa embargo tersebut, kaum muslim mengalami kesulitan luar biasa. Namun, pada sekitar tahun ke-6 Hijrah, ganti Quraisy yang mengalami embargo. Tokoh di balik embargo terhadap Quraisy ini adalah Tsumamah bin Utsal.
***
Tsumamah adalah seorang pemimpin Kabilah Hanifah dan penguasa Yamamah. Yamamah adalah sebuah wilayah kaya. Daerah ini merupakan pintu gerbang bahan makanan yang kemudian diekspor ke Makkah. Sebagai pemimpin wilayah kaya, tentu saja Tsumamah pun termasuk orang yang kaya.
Pada tahun ke-6 Hijriah, Nabi mengirim para utusan kepada beberapa penguasa untuk mengajak mereka masuk Islam. Tsumamah termasuk salah seorang yang dikirimi utusan. Sebagai seorang yang memandang kehormatan dirinya sangat tinggi, Tsumamah menolak mentah-mentah ajakan Nabi ﷺ dan bersikap angkuh terhadap utusan Nabi ﷺ. Namun, putaran nasib kemudian mengantarkannya menjadi tawanan di Madinah.
Kisah itu dimulai ketika satu saat, setelah Perang Ahzab berakhir, Nabi ﷺ mengirim beberapa ekspedisi militer untuk mengatasi kelompok suku yang sering menghadang perjalanan dan merampasi kafilah yang lalu-lalang. Salah satu penugasan pertama ekspedisi militer tersebut adalah sebuah pasukan berkuatan sekitar 30 orang yang dipimpin Muhammad bin Maslamah.
Aslinya, pasukan Muhammad bin Maslamah ini dikirim ke perkampungan Bani Bakr bin Kilab. Ketika tiba di perkampungan tersebut, ternyata tempat itu telah kosong ditinggal penghuninya. Mereka pergi berpencar dan hanya meninggalkan ternak yang cukup banyak. Pasukan pun kembali ke Madinah dengan membawa ternak-ternak tersebut.
Di perjalanan, pasukan bertemu dengan Tsumamah bin Utsal yang hendak menuju Makkah. Pasukan kemudian meringkus Tsumamah dan membawanya menghadap Nabi ﷺ di Madinah. Nabi ﷺ memerintahkan untuk mengikat Tsumamah di salah satu tiang masjid. Ketika Nabi ﷺ melihatnya, Nabi ﷺ bertanya kepada Tsumamah, “Bagaimana kabarmu, hai Tsumamah?” tanya Nabi ﷺ.
Tsumamah menjawab pertanyaan Nabi ﷺ dengan pongah. “Aku mempunyai berita baik untukmu. Kalau engkau membunuhku, maka engkau membunuh seorang yang memiliki ikatan darah. Tapi jika kau memaafkan, maka engkau akan menemukan seorang yang pandai berterima kasih. Jika engkau menghendaki harta, maka mintalah seberapa pun yang engkau kehendaki. Engkau pasti akan memperolehnya.” Rupanya, kesombongan Tsumamah tak sedikit pun berkurang meski kini dia hanya seorang tawanan yang tidak berdaya. Nabi ﷺ meninggalkannya tanpa berkata-kata.
Di hari kedua, ucapan yang sama masih dilontarkan Tsumamah. Nabi ﷺ pun bersikap seperti kemarin. Meninggalkannya tanpa berkata-kata. Di hari ketiga, Tsumamah masih mengucapkan hal yang sama. Tetapi, kali ini Nabi ﷺ memerintahkan agar Tsumamah dilepaskan. Sahabat merasa heran dengan keputusan Nabi ﷺ, namun toh tetap melepaskannya.
Begitu dilepas, hal-hal yang tidak terduga pun terjadi. Tsumamah segera menuju ke salah satu pohon kurma di dekat masjid. Di sana, dia mandi lalu segera kembali kepada Rasulullah ﷺ dan berkata, “tadinya,” ucap Tsumamah, “tidak ada yang lebih kubenci melebihi engkau, wahai Muhammad. Tidak ada satupun agama yang kubenci melebihi Islam. Kini, agama yang paling kucintai adalah agama Islam.” Dengan ini Tsumamah pun memeluk Islam.
Kisah Embargo Tsumamah
Setelah masuk Islam, Tsumamah meminta izin untuk meminjam kuda karena hendak melaksanakan umrah. Nabi ﷺ mengizinkan Tsumamah untuk melaksanakan umrah. Seorang diri, dia berangka ke Makkah tanpa rasa gentar sedikit pun.
Sampai di Makkah, dia mengumandangkan Talbiyah dengan terang-terangan. Sebelum Tsumamah, tidak ada seorang muslim pun yang melakukan hal ini. Sehingga, dia menjadi muslim pertama yang mengumandangkan Talbiyah di Makkah secara terang-terangan.
Beberapa tokoh Quraisy yang bertemu dengannya merasa heran terhadap perubahan Tsumamah. Mereka mengecam Tsumamah karena telah berpindah agama. Tidak hanya itu, mereka menangkap Tsumamah dan hendak membunuhnya. Akan tetapi, salah seorang di antara penduduk Makkah berseru, “biarkan dia. Sesungguhnya kalian memerlukan makanan dari Yamamah!” Maka, orang-orang Quraisy pun meninggalkan Tsumamah.
Usai peristiwa itu, Tsumamah balik mengancam bahwa dirinya tidak akan membiarkan satu biji gandum pun dari Yamamah masuk ke Makkah. Sebagai pemimpin Yammah, dia akan melarang siapa pun untuk bertransaksi atau mengirim bahan makanan ke Makkah. “Tidak akan ku biarkan sebutir gandum pun masuk ke Makkah,” demikian ancam Tsumamah.
Tsumamah benar-benar melaksanakan ancamannya. Tidak satu biji gandum pun yang masuk Makkah. Kondisi ini tentu saja memberatkan penduduk Makkah. Untuk keluar dari kondisi ini, kaum Quraisy mengirim surat kepada Nabi ﷺ. Demi melancarkan maksudnya, tanpa malu-malu dalam suratnya tersebut, mereka menyinggung-nyinggung hubungan kekerabatan antara mereka dengan Nabi ﷺ. Dan, demi hubungan ini, mereka meminta Nabi ﷺ bersedia membujuk Tsumamah agar mengirimkan gandum lagi ke Makkah.
Nabi ﷺ mengabulkan permintaan Quraisy. Beliau ﷺ meminta Tsumamah agar mengakhiri embargo terhadap penduduk Makkah dan kembali mengirim gandum kepada mereka. Tsumamah mematuhi perintah tersebut sehingga selamatlah penduduk Makkah dari ancaman kelaparan.
Sikap Nabi ﷺ dan para sahabat ini tentu saja sangat bertolak belakang dengan sikap Quraisy ketika mereka mengembargo kaum muslim. Saat itu, mereka membiarkan kaum muslim kelaparan selama bertahun-tahun hingga terpaksa memakan kulit pohon kurma. Bahkan, riwayat menyebutkan bahwa putri Nabi ﷺ yang paling dicintai, Sayidah Fatimah, mengalami gangguan kesehatan menahun akibat kekejaman embargo tersebut.
Kisah ini hanyalah sedikit dari banyak kisah yang menunjukkan bahwa Nabi ﷺ adalah sosok yang penuh kasih sayang. Dan, kasih sayangnya ini beliau ﷺ curahkan kepada siapa pun, baik yang beriman maupun yang tidak beriman. Termasuk, kepada orang-orang yang pernah memusuhinya dengan kejam.
Sumber:
Ibnu Hajar al-Asqolani, Fatkhul Bari, Juz 7, Kitab Maghazi, Bab Wafdi Bani Hanifah Wa Hadisi Tsumamah bin Utsal.
Syaikh Shafiyullah al-Mubarakfuri, Ar-Rahiq Al-Makhtum
M. Quraish Shibah, Membaca Sirah Nabi Muhammad dalam Sorotan Al-Qur’an dan Hadis-Hadis Shahih.