KOSMOLOGI YIN-YANG UNTUK HIDUP DAMAI

H. Fachrur Rozie

Ini topik yang tidak biasa muncul di sosmed. Biasanya hanya ada di buku-buku tebal dengan bahasa yang cukup njlimet dan mbebehi. Namun, saya akan coba ungkapkan dengan bahasa yang lebih sederhana dan populer sebisa saya.

Kosmologi adalah salah satu cabang ilmu yang mempelajari tentang kosmos, alam. Ada pandangan yang kemudian membagi kosmos menjadi dua, kosmos besar, yaitu semesta alam ini, dan kosmos kecil, yaitu kita, makhluk manusia. Orang mengenal kosmologi Yin-Yang itu sebagai kosmologi yang berasal dari negeri tirai bambu, yang etnisnya sekarang tersebar di hampir semua negara di muka bumi ini, Tionghoa.

Etnis ini memang dikenal sangat ulet. Mereka memanfaatkan warisan leluhur sebagai modal hidup, feng shui misalnya. Warisan leluhur yang masih baik mereka ambil dan terus berusaha memperbaharuinya. Kira-kira kayak kaidah yang menjadi slogan NU, memelihara yang lama yang (masih) baik dan mengambil yang baru yang lebih baik. Tidak heran jika produk-produk yang berasal dari etnis ini menguasai pasar dunia, tak terkecuali di Eropa sekalipun, paling tidak yang pernah saya lihat di UK, Prancis, Belanda, dan beberapa negeri Eropa lainnya. Di UK misalnya, ada China Town. Di Belgia juga. Ada ramalan, dalam 10 tahun mendatang China akan melampaui Amerika!!!

Dalam pandangan Yin-Yang, alam semesta ini dipahami sebagai keutuhan. Keutuhan itu tergambar dengan simbol lingkaran. Batas antara warna putih dan warna hitam berupa garis melengkung. Di dalam lingkaran termuat dua hal seperti gambar ikan bermata satu, hitam dan putih yang membagi secara sama tetapi tidak secara dikotomis. Di dalam yang hitam ada putihnya dan di dalam yang putih ada hitamnya. Gampangnya, dua tetapi satu, dan tidak dapat dipisahkan. Ia mencerminkan harmoni atau keseimbangan hidup.

Kita tidak bisa mengatakan sesuatu itu hitam tanpa ada pembandingnya yang bukan hitam, dan sebaliknya. Sama halnya kita tidak bisa mengatakan seseorang itu berstatus sebagai suami, tanpa adanya istri. Suami dan istri itu pasangan, bukan lawan. Keras dan lembut itu pasangan. Jika suatu saat istri bersikap keras, suami harus menghadapinya dengan lembut. Sehingga istri berkurang kerasnya menjadi lebih lembut dan suami sebaliknya. Suami kalau tidak keras tidak dapat bekerja, sementara istri juga lebih menyukai yang keras…(Sampai di sini, pikiran harus tetap bersih, jangan ngeres). Jadi klop. Di sini dicapai titik temu keras-lembut. Di dalam yang keras ada kelembutan, di dalam yang lembut ada bagian yang keras.

Yin-Yang sering dimaknai sebagai prinsip negatif dan prinsip positif. Permaknaan ini tidak seluruhnya benar, tetapi untuk memudahkan pemahaman, bolehlah. Yin-Yang menganut prinsip keseimbangan, dan energi keseimbangan itu dalam tradisi China disebut Tai Chi. Ia juga merupakan prinsip dasar dari segala benda. Ia adalah daya yang memuat perpaduan Yin (prinsip negatif) dan Yang (prinsip positif). Yin dan Yang membuat alam dalam tata harmonis dan berfungsi dengan baik.

Sifat Yin sering dipahami berlawanan dengan Yang. Namun menurut Bratayana, salah seorang pakar China, Yin-Yang itu bersifat dialektik-komplementer, terus menerus berdialektika yang saling melengkapi, keduanya diperlukan sebagai syarat berlangsungnya kehidupan atau harmoni.

Jadi bagaimana menjalani hidup dengan damai ? Hindari sikap ekstrem, ekstrem kanan maupun ekstrem kiri. Lalui hidup dengan menempuh jalan tengah. Bukankah kita suka bagian yang tengah? Keanekaragaman adalah keniscayaan. Tuhan menciptakan bumi dan seisinya ini dengan keanekaragaman dan perbedaan, sehingga menjadi ironis jika kita membunuh keanekaragaman dan perbedaan justru atas nama Tuhan. Jadi ingat lagunya Vetty Vera : Sedang-Sedang Saja…

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: