Kampret dan Cebong

Oleh:

H. Fachrur Rozie

Dua nama binatang yang berbeda habitatnya ini sejak paruh kedua tahun 2018 sampai hari ini sedang sangat viral. Viralitas keduanya bahkan mengungguli artis-artis dan tokoh papan atas sekelas Shahrini, Raffi Ahmad, Oki Setiana Dewi, Riana Kalsum, Vanessa Angel, atau Ayu Ting Ting sekalipun. Keduanya bertengger dan bertahan di posisi teratas dalam rentang waktu yang lama. Padahal kampret dan cebong sendiri tetap saja enjoy dengan kehidupannya sendiri. Mereka tidak pernah menyadari bahwa dirinya sedang sangat viral.

Nama kampret dan cebong yang viral itu disematkan kepada pendukung pasangan capres 2019. Untuk menunjuk satu pendukung disebut kampret dan cebong. Sementara untuk menunjuk pendukung yang banyak dipakai istilah para kampret dan para cebong. Terkadang dipakai istilah yang mengadopsi bahasa Inggris dengan menambahkan ‘er’ di belakang kata kampret/cebong, menjadi kampreter/s dan cebonger/s.

Memang, ada beberapa nama binatang yang dijadikan sebagai nama orang, seperti Gagak, Elang, Garuda. Salah satu kepala di sebuah dinas di kabupaten Cilacap beberapa tahun yang lalu ada yang namanya menggunakan kata Gagak (Allahuyarham). Anak teman saya di Kroya menggunakan nama Elang, Mantan anggota Komnas HAM yang sangat terkenal menggunakan nama Garuda, Abdul Hakim Garuda Nusantara. Dan lain-lain. Orang tua meraka menisbatkan namanya dengan menggunakan nama-nama itu dengan sejumlah alasan yang kuat, salah satunya tentu mengambil sisi baik yang sangat menonjol dari binatang-binatang tersebut. Itu Sah-sah saja.

Ada juga yang menggunakan nama bunga, misalnya mawar, melati, anggrek, atau bunga saja, dan lain-lain. Nama ibu nyai saya di Kesugihan menggunakan nama mawar (berbahasa Arab). Niatnya saya yakin juga sama, yakni mengambil sisi baik yang sangat menonjol dari bunga-bunga tersebut. Mawar misalnya, ia harum wangi dan semerbak baunya, meski ia tumbuh dan berkembang di atas tumpukan sampah. Bahkan yang akarnya menghunjam ke dasar sampah yang paling bau sekalipun, mawar itu tetap harum dan wangi. Mawar bisa mewarnai sekelilingnya menjadi ikut harum dan wangi. Dengan menisbatkan kepada mawar, orang tuanya berharap agar anaknya bisa menjadi baik dan ikut mewarnai kehidupan dengan kebaikannya. Elton John menciptakan lagu berjudul Englands Rose, yang menggambarkan betapa Lady Diana (princess Diana, mungkin aslinya Diyanah) telah menjadi mawar yang mengharumkan negeri Britania dan dunia. Itu sah-sah saja.

Nama-nama bunga khusus disematkan kepada orang dengan jenis kelamin perempuan. Paling tidak, sampai hari ini saya belum menemukan orang laki-laki yang menggunakan nama melati atau anggrek misalnya. Kalaupun ada, sebetulnya itu pun sah-sah saja.

Ada lagi yang menggunakan nama benda-benda langit, seperti bulan, purnama, halilintar, mega, dan lain-lain, baik sebagai nama diri maupun sebagai nama julukan. Nabi Muhammad SAW dijuluki dengan matahari, karena sinarnya yang menerangi bumi. Ajaran, perilaku, akhlak Nabi Muhammad seperti matahari, mampu menyinari bumi dan membuat kehidupan menjadi lebih baik. Disebutkan dalam sebuah syair, bahkan sinar matahari itu berasal dari nur Nabi Muhammad SAW. Itu sah-sah saja.

Akan halnya nama kampret dan cebong yang disematkan kepada manusia, dari kronologi pembentukannya sepanjang yang saya tahu, itu menunjuk kepada perilaku-perilaku yang mengandung makna kelemahan, kejelekan, dan kejahatan dipandang dari sisi di luar dirinya. Kelompok yang satu menunjuk kelompok lainnya sebagai kampreter/s atau cebonger/s. Kesan yang bermakna permusuhan kental sekali dalam penyebutan itu. Kadang bahkan muncul kesan penghinaan. Bisa jadi ini kesan saya yang salah.

Kampret dan cebong, habitatnya jelas berbeda, disematkan kepada manusia dengan habitat yang sama, maka yang akan muncul selalu permusuhan dan pertikaian. Nama apapun selalu mengandung makna, ada konsekuensi dan implikasi dari setiap nama yang dipakai. Sekedar angan-angan, kenapa tidak mencoba menggunakan nama semut misalnya. Sejahat-jahatnya semut, jika ketemu temannya di jalan selalu menyapa, dan mereka bisa bahu membahu mempertahankan kehidupannya dengan bekerja sama yang sinergis. Mereka sepertinya menyadari posisi dan kedudukan masing-masing. Tidak ada saling menjatuhkan, atau menganggap diri lebih unggul ketimbang yang lainnya. Mereka hidup harmonis di habitatnya. Mereka saling bantu. Mereka menumbuhkan optimisme bersama. Mereka telah mengajarkan persaudaraan dan persahabatan, bahwa sesungguhnya semua manusia di empat penjuru lautan adalah saudara.

Bangsa Indonesia, semuanya adalah manusia, bukan kampret dan cebong. Kita adalah saudara, ayo maju bersama, kita nikmati bersama. Tuhan kita sama, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Tuhan semesta alam, Tuhannya manusia. Jika damai dicapai di bumi, maka damai pula di hari kelak***

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

%d blogger menyukai ini: