Kyai Ahli Debat Dari Kroya
Oleh : Akhmad Saefudin SS ME,
“PADA saat K. H. M Bisri Syansuri menjadi anggota PBNU, secara praktis beliau menguasai majelis-majelis hukum agama (Majalis al-Fiqh). Sebelum menyampaikan pendapat-pendapat di forum tersebut, beliau selalu ke Yogyakarta untuk memperdebatkannya dengan KH Hadjid dari PP Muhammadiyah. Perdebatan itu bisa berlangsung selama tiga hari. Terkadang mereka berdua bersama-sama mengunjungi Kiai Adzkiya di Kroya untuk keperluan yang sama,” kata Gus Dur (LKIS, 2002: 139).
Dari pernyataan Gus Dur di atas dapat diketahui bahwa kapasitas keilmuwan Kiai Adzkiya sudah diakui di tataran nasional pada waktu itu. KHM Minhajul Adzkiya, atau akrab disapa Kiai Adzkiya, adalah satu di antara pendiri NU Kabupaten Cilacap yang didirikan di Kroya pada tahun 1936.
Pada zamannya, Kiai Adzkiya dikenal sebagai sosok ulama yang tegas dan berani. Jika ada tokoh yang meragukan amaliyah NU, beliau tidak segan-segan mengajaknya berdebat, atau lebih tepat beradu argumen secara terbuka. Tak mengherankan jika Kiai Adzkiya dikenal sebagai sosok ahli debat.
Merintis Pesantren
KHM Minhajul Adzkiya merintis Pondok Pesantren Miftahul Huda Kroya pada masa prakemerdekaan. Waktu itu lembaga pesantren yang didirikannya belum diberi nama. Lokasi pesantren adalah di selatan Stasiun Kroya.
Bangunan pesantren terdiri dari sebuah musala dan dua asrama yang dihuni 200-an orang santri. Saat terjadi agresi militer Belanda II, beliau bersama para santri mengungsi ke Ngasinan Kebasen (Kabupaten Banyumas). Selanjutnya, beliau pindah lagi ke Rawaseser, Kecamatan Kroya. Dalam kondisi sulit itu beliau tetap istiqamah mengajar para santri.
Setelah suasana dirasa aman beliau bermaksud kembali ke pesantren yang sempat beliau tinggalkan. Di luar dugaan, ternyata rumah berikut musala dan asrama santri telah rata dengan tanah, dibumihanguskan oleh Belanda. Akhirnya, beliau pindah ke Kauman Kroya.
Selain memberi pengajian kepada para santri dan masyarakat sekitar, beliau mendapat amanah untuk memimpin Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kroya. Dalam perjalanan kemudian, beliau mendapat tugas baru memimpin Pengadilan Agama di Kabupaten Wonosobo.
Maka, mau tidak mau Almaghfurlah Kiai Adzkiya pun pindah ke Wonosobo dan tinggal di sana hingga pensiun. Setelah pensiun, beliau kembali ke Kroya dan mengasuh pesantren alias membina para santri.
Kiai Adzkiya berpulang ke hadirat Allah pada tahun 1986. Sepeninggal almarhum, Pesantren Miftahul Huda secara berturut-turut diasuh oleh KH Tarmidzi Affandi, KH Zainuddin, KH Hamam Adzkiya, dan KH Suada Adzkiya. Adapun santri putri (Pesantren Al-Hidayah) diasuh oleh Hj Mas’adah Machali.
Saat ini, pesantren putra (Miftahul Huda) dan pesantren putri (Al-Hidayah) mendidik 350-an santri. Selain mengaji di pesantren, sekitar 75 persen santri mengikuti pendidikan formal dari tingkat SD hingga SMA/SMK, baik yang diselenggarakan oleh Yayasan Miftahul Huda maupun di luar yayasan. Sekitar 25 persen santri khusus mendalami ilmu keagamaan dalam Halaqah Diniyah. (*)
Artikel bagus tentang KH. Adzkiya. Saya senang sekali, lebih senang lagi jika mengungkap bagian-bagian lain dengan spektrum yang lebih luas. Saya yakin banyak hal belum terelaborasi di artikel tersebut. Klarifikasi juga, apa betul KH; Adzkiya meninggal pada tahun 1981 ? Informasi yang saya peroleh, beliau meninggalkan dunia pada tahun 1986. Terima kasih.
Alhamdulillah… memang masih banyak yang masih harus dielaborasi. dan memang harus, namun keterbatasan sumber daya dan data belum bisa dilampaui.
mengenai tahun meninggal memang ada kekeliruan, dan berdasarkan sumber beliau meninggal pada tahun 1988. terima kasih atas koreksinya.