Subhan ZE: Tokoh Cemerlang Yang Terlupakan
Barangkali, tidak banyak yang mengenal tokoh satu ini, apalagi di kalangan generasi milenial Nahdlatul Ulama. Meski beliau pernah menjadi sosok penting pada perjalanan sejarah NU pada dasawarsa 1960-an, suatu masa di mana terjadi perubahan besar dalam sejarah Indonesia, namun nama beliau jarang hadir disebut.
Padahal, di luar “kontroversi” yang meliputi dirinya, banyak pelajaran yang bisa diambil dari sosok Subhan ZE bagi generasi milenial Nahdlatul Ulama. Beliau selain dikenal sebagai pengurus PBNU, adalah juga tokoh aktivis yang mengorganisasi gerakan-gerakan mahasiswa lintas organisasi pada 1960-an, pengusaha sukses, dan intelektual mumpuni.
Kisah hidup beliau bermula pada, 22 Mei 1931 tanggal ketika dia dilahirkan. Subhan tampaknya adalah tipe tokoh yang tidak butuh waktu terlalu lama untuk menunjukkan kecemerlangannya. Pada usia belia, 14 tahun, beliau telah mengelola sebuah perusahaan rokok, sementara pada usia 15 tahun Subhan remaja telah rutin bepergian ke Singapura, bukan untuk berlibur layaknya remaja zaman now, melainkan untuk mengurus bisnis! Ya, mengurus bisnis! Dan bukan sembarang bisnis, melainkan bisnis ban truk dan mobil, cengkeh, dan cerutu!
Pebisnis sejati adalah sosok yang bisa melihat peluang dalam setiap kesempatan. Demikian pula Subhan. Ketika Belanda masuk ke Solo, Subhan melihat peluang lain. Insting bisnisnya yang tajam bisa mengendus peluang kedatangan Belanda ini. Segera saja ia mengordinir adik-adiknya untuk berjualan cerutu, roti dan permen kepada prajurit Belanda. Insting bisnisnya terus terasah ketika seiring dengan pertumbuhan dirinya. Dan, pada saat dewasa, ia menetap di Semarang untuk mendirikan perusahaan ekspor dan impor.
Meski sibuk dengan kegiatan bisnis, Subhan tercatat juga pernah nyantri di Pesantren Kyai Noer. Dari pesantren, pendidikannya berlanjut sebagai mahasiswa pendengar di kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta kemudian mengikuti kursus program ekonomi di Amerika, tepatnya di Unversity of California Los Angeles. Di masa pecah revolusi fisik, Subhan bergabung dalam Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI) dan organisasi Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) pimpinan Bung Tomo.
Perjalanan hidupnya berlanjut ke ibu kota. Dan, ketika itu ia telah memiliki 28 perusahaan! Salah satunya adalah biro perjalanan haji. Di bidang perjalanan haji inilah dia menjadi pionir ketika perusahaannya memberangkatkan para jamaah dengan pesawat terbang, di kala perusahaan lain memberangkatkan jamaah melalui kapal laut. Langkah Subhan inilah yang kemudian merevolusi moda transportasi jamaah haji dari kapal laut menjadi pesawat terbang.
Semantara itu, perjalanan Subhan sebagai aktivis NU dimulai sebagai pengurus Ma’arif NU Semarang. Pada kongres NU di Medan, nama Subhan muncul sebagai figur NU muda potensial dan kemudian menjadi Ketua Departemen Ekonomi. Tahun 1962, pada Kongres NU di Solo, Subhan terpilih sebagai Ketua IV PBNU.
Ketika terjadi peristiwa 1965, nama Subhan semakin dikenal oleh banyak kalangan. Bersama-sama dengan para aktivis lintas ormas Islam, Kristen, dan Katolik, Subhan membuat sebuah badan yang berfungsi untuk mengordinasikan langkah guna membendung ideolog komunis. Badan tersebut bernama Komando Aksi Pengganyangan (KAP) Gestapu yang dipimpin oleh Subhan ZE (NU) dan Hary Tjan Silalahi (PMKRI/Katolik). Subhan ZE menjadi tokoh sipil yang mampu menggerakan massa untuk menuntut pembubaran PKI. Hal itu membuatnya disegani oleh kalangan petinggi Angkatan Darat.
Langkah Subhan tidak hanya berkelas nasional, namun juga internasional. Dalam skup internasional ini dia menjadi wakil presiden Afro Asia Economic Coorporation (Afrasec) sebuah lembaga kerja sama ekonomi Asia-Afrika. Tentu sebuah posisi yang prestisius.
Di bidang intelektual, Subhan dikenal sebagai seorang ekonom yang memiliki pandang tajam dan cemerlang sehingga sering diundang dalam forum-forum di dalam maupun luar negeri. Beliau juga secara rutin sering memberikan kuliah umum ekonomi di universitas-universitas di Indonesia.
Sebagai politisi, Subhan juga tampil sebagai sosok yang cemerlang. Pada 1966 Subhan diangkat menjadi Wakil Ketua MPRS, sebuah posisi yang cukup prestisius bagi seorang yang masih berusia semuda Subhan. Sesuai dengan garis politiknya yang anti Komunis, peran Subhan cukup besar dalam membendung perkembangan gerakan dan ideologi komunis di Indonesia.
Subhan juga dikenal sebagai sosok politisi pemberani. Jika pada masa Orde Lama keberanian Subhan dalam membendung gerakan Komunisme tampak sangat menonjol, demikian pula pada masa Orde Baru Subhan dengan sangat berani mengambil posisi yang bertentangan dengan para tokoh Orba, termasuk berhadapan langsung dengan Presiden Soeharto.
Dalam hal ini, Subhan dikenal sebagai sosok yang sangat keras mengkritik gaya kepemimpinan Presiden Soeharto yang menurutnya mengamputasi perangkat demokrasi dalam lembaga legislatif. Ia juga memberi menyatakan bahwa kaidah-kaidah Orde Baru mulai kabur dan tidak lagi melandasi perjuangan bagi seluruh komponen. Hal ini dia sampaikan ketika masih menjabat sebagai Wakil Ketua MPRS.
Kritik keras Subhan kembali dilancarkan ketika pemerintah Presiden Soeharto bermaksud menunda pelaksanaan pemilu yang semula dijadwalkan pada tahun 1968 menjadi tahun 1973. Subhan memberikan perlawanan gigih terhadap keputusan tersebut sehingga akhirnya pemilu pun “terpaksa” digelar pada 1971.
Jelang pemilu, konfrontasi terbuka Subhan dengan Soeharto justru meruncing. Dia mengkritik keras Mendagri Jenderal Amir Machmud agar menjadi wasit yang adil dalam dan jangan main “bulldozer” dalam politik. Kritik itu terkait dengan keluarnya Permendagri No 12/1969 yang melarang keterlibatan anggota departemen (PNS) di dalam partai politik. Kebijakan itu jelas hanya menguntungkan Golkar. Ia menyebut Permendagri tersebut tidak memenuhi syarat perundang-undangan dari sudut formal karena bertentangan dengan UU No 18/1968. Ini semua menjadikan pemilu tahun 1971 menjadi pemilu yang diwarnai dengan konfrontasi terbuka antara Presiden Soeharto dan Subhan ZE.
Tidak berhenti sampai di situ, sebagai sosok yang gerah dengan ketidakberesan dan perilaku koruptif, tanpa gentar sedikitpun, Subhan terus melancarkan kritik-kritik pedas kepada pemerintahan Orde Baru. Saat itu, seolah tidak ada yang bisa mencegah Subhan untuk menghentikan serangan dan kritiknya terhadap pemerintahan Orde Baru, kecuali dirinya sendiri atau kematian. Dan, pada akhirnya kematianlah yang membungkam Subhan.
Pada usia 42 tahun, ketika berada di Makkah, Subhan ZE menghembuskan nafas terakhirnya akibat sebuah kecelakaan yang menimpa kendaraan yang ditumpanginya. Dengan demikian, terhentilah jejak langkah salah seorang tokoh pemberani, cemerlang, dan cerdas ini. Seorang tokoh yang karakter, keberanian, dan jejak-jejak kecemerlangannya dalam berbagai bidang layak diteladani oleh generasi muda NU masa kini.