Tamu Tengah Malam
Alkisah, sepasang suami isteri yang sudah cukup tua hidup berdua tanpa kehadiran seorang putera pun. Kerinduan untuk mendapatkan keturunan telah pupus. Saat masih dalam usia produktif, suami-isteri itu tak pernah berhenti berdoa memohon kepada Sang Khaliq agar diberi keturunan untuk menyambung keluarganya. Namun seiring berjalannya waktu dan usia yang kian mendekati senja, sang isteri sudah meyakini bahwa dirinya mandul.
Sampai pada suatu malam, saat mereka tertidur lelap, tiba-tiba terdengar beberapa orang mengucapkan salam. “Salaaman.” Segera dijawab sang suami, “Salaamun”.
Dibukanya pintu rumah dan dipersilakan tamu-tamunya tersebut masuk. Tiga orang pemuda yang sangat tampan tak dikenal pun masuk ke dalam rumah. Setelah berbasa-basi sekedarnya, shahibul bait menyelinap ke belakang menemui isterinya.
“Nyai ada tamu, punya makanan nggak buat mereka ?” Tanya sang suami.
“Nggak ada Pak’e,” jawab sang isteri ikut bangun dari tidur.
“Kalau begitu tolong buatkan perapian di tungku dapur,” perintahnya.
Dengan cekatan, sang bapak mengambil parang yang tajam dan beranjak ke belakang. Ditariknya seekor anak sapi yang gemuk, disembelih, dan diambil sirloin (daging pinggang) yang masih empuk. Bak seorang chef kenamaan, segera dibuatnya sirloin beef steak yang baunya mengundang selera. Segera dihidangkan masakan spesial untuk ketiga tamu yang tak dikenalnya itu.
Sudah menjadi tabiat pasangan suami-isteri tua itu selalu menghidangkan makanan dan minuman terbaik yang dimilikinya untuk menjamu semua tamu yang singgah di rumah. Apalagi kali ini ada 3 pemuda datang tengah malam pastilah mereka sangat lapar, pikir pak tua.
“Ayo anak muda silahkan makan,” ajaknya.
Namun, betapa terkejut sang tuan rumah karena tamunya yang muda-muda itu tak sedikit pun menyentuh makanan yang dihidangan. Rasa takut dan curiga mulai menghinggapi dirinya.
Melihat pak tua tampak ketakutan, seorang dari tamu itu berkata, “Janganlah kamu takut. Kami membawa kabar gembira akan kelahiran anak kalian yang ‘alim,” katanya.
Sang isteri yang semula hanya memperhatikan dari balik tirai, menyeruak keluar dan memekik seraya menepuk-nepuk pipinya yang sudah keriput, “Aku seorang perempuan tua yang mandul dan suamiku pun sudah tua. Sungguh ajaib jika kami akan dikaruniai seorang anak,” katanya.
Tamunya menjawab: “Demikianlah Rabb mu berfirman. Sesungguhnya Dialah yang Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui”.
Siapakah mereka? Itulah kisah pasangan Ibrahim dan Sarah ‘alaihimassalam yang kedatangan malaikat Jibril, Mikail, dan Izrofil yang menyaru menjadi pemuda-pemuda tampan. Tamu tengah malam yang membawa kabar gembira kepada hamba Allah yang selalu berbuat yang terbaik kepada tamu-tamunya.
Akan lahir dari pasangan tua itu Ishaq dan Ya’qub.
Demikianlah kisah yang diungkapkan dalam Al Qur’an surat Adz-Dzariat (24-30) dan Hud (69-73). Sebuah pelajaran adab menghormati tamu tanpa menggerutu meskipun datang di waktu yang tak lazim. Mereka berdua meyakini bahwa berbuat kebajikan adalah fitrah manusia yang harus dijaga dan diamalkan sejauh kemampuan yang dimiliki. Meskipun sekedar untuk menjamu seorang tamu. Bukankan panutan kita Rasulullah saw juga mewanti-wanti, “Tak sempurna iman seseorang sampai mau menghormati tamunya.”
Memasuki Ramadlan, menyongsong Syawal, adalah saat terbaik bagi kita untuk belajar mempraktekkan etika seorang Ibrahim Khalilullah yang dikenal dalam ilmu sejarah kontemporer sebagai Bapak Monoteisme. Sangat mengagumkan bukan ?
Wallahulmuwaffiq ilaa aqwamiththoriq.
3 Ramadlan 1439 H
Ir. H. Masjhud Rahmy, Ketua Umum Yayasan Miftahul Huda Kroya
Mantap. Détail ketiga pemuda dan hal2 yang dilakukan oleh pasangan itu jika ditampilkan akan jauh lebih menyentuh. Nuwun.